Selalu ada cerita menarik dalam setiap perjalanan yang dilalui. Jalur yang belum diketahui bagaimana kondisi serta teksturnya menjadi tantangan tersendiri bagi ane pribadi. Pergi tanpa ada seorang yang tau merupakan cara yang tepat untuk memberi sebuah kejutan.
Kemaren, ane pergi dengan motor metik ke salah satu pantai cantik di Pulau Yapen. Berangkat dari jam 6.30 pagi, dan sampai 2 jam kemudian.
Ane sebenanrnya masih ragu, berangkat atau tidak. Masalahnya, beberapa orang yang ane tanya selalu memberi jawaban sama terkait jalur menuju Pantura atau Pantai Utara, Yapen.
Ada yang mengatakan,
"Pendakiannya sangat tinggi, belum lagi jalurnya yang tidak sepenuhnya aspal,"
"Jalurnya jauh sekali, masuk hutan keluar hutan, jika ingin kesana sebaiknya isi bensin penuh, karena tidak ada yang jual bensin ditepi jalan,"
"Motor yang cocok hanya motor tinggi, jalurnya tidak rata dan banyak batu-batu,"
Namun, dari beberapa pernyataan yang disampaian, ane pikir nggak ada kelebihan yang membuat ane sendiri menjadi tertarik untuk berangkat kesana.
Yang namanya tanjakan, pasti ada turunan. Yang namanya jalanan dalam hutan, pasti ada sesuatu yang membuat penasaran. Dan, yang namanya jalur bebatuan, nggak mungkin juga cuma motor tinggi yang bisa libas itu jalan. Keseimbangan yang pastinya dapat menyelesaikan perjalanan jauh dalam kondisi apapun itu.
Tiga minggu sebelumnya, Ane mencoba pergi ke Pantura dengan motor KLX punya om. Namun, perjalanan terpaksa dihentikan, karena sudah siang. Selain itu, persiapan ane terbilang sangat kurang, seperti kondisi motor yang kurang enak dikendarai, dan bensin motor yang ane rasa tidak cukup sampai kesana.
Ane sempat bertemu dengan seorang pengendara yang kebetulan sedang berhenti.
"Siang pace," ujar ane turun dari motor.
Ane lihat, doi sedang beristirahat sembari duduk santai menyender di sebelah kiri motornya.
"Lagi santaikah," basa basi dikit boleh lah.
"Iyo," ketus pace.
"Ngomong-ngomong, om mau ke pantura jugakah?"
"Ah, masih jauh, saya mau ke Jobi, sesudah pantura itu,"
"Hmmm, tapi jalurnya samakah dengan ini ?"
"Iya to, satu jalur saja, tapi kalau saya, ada sekitar 30 menit lagi sampai ke Jobi dari Pantura," jelas pace.
Pace yang memberi info terkait jalur ke Panturan |
Hmmm, setelah pace memberi sedikit informasi jika perjalanan yang akan ane tempuh masih 2 jam perjalanan lagi. Ane memutuskan untuk kembali pulang. Selain itu, penjual bensin yang tidak ada juga membuat ane ragu akan berkendara sampai pantura.
Akhirnya, hari yang dinantipun tiba.
Ane pergi ke pantura dengan motor metik 150cc, bahan bakar full, dan kondisi motor yang ane rasa 99% siap untuk dibawa berjalan jauh.
Esok harinya.
Pagi, jam 6.30 pagi. Dalam kondisi cuaca yang terbilang meragukan karena awan masih gelap, ane memberanikan diri pergi ke Pantai Utara. 200 ribu ane rasa cukup untuk bekal pergi ke lokasi yang belum pernah dilalui sebelumnya.
Sebelum sampai di pantura, ane terlebih dahulu melewati jalan Menawi yang masih belum tertata rapi dengan aspal yang belum sepenuhnya diberi. Setelah sampai di Menawi, Ane belok kiri disimpang empat menuju jalan lurus Konti, dari situ perjalanan ane masih amam terkendali. Namun, ane masih meragukan kondisi bahan bahan bakar, apakah cukup sampai ke pantura atau tidak sama sekali.
Dari jalan lurus Konti, Ane mulai memasuki jalur yang menanjak dengan banyaknya kerikil yang sesekali membuat ban motor slip. Beruntung, ane masih bisa bertahan dalam jalur yang juga berliku dengan banyak lobang.
Oh iya, Ane lupa ngasih tau kalau ane tetap merekam perjalanan dari awal sampai akhir, lo...
Ane menggunakan kamera smartphone untuk merekam setiap perjalanan.
Oke mari kita lanjut...
Dari sebelah kanan jalan, ane lihat mobil jeep tersandar ditepian jalur dengan kaca depan yang sudah retak. Penutup kap terlihat penyok, bemper depan patah pada bagian kirinya, serta ban depan kiri yang sudah tidak terlihat. Tertimbun tanah, ane juga nggak tau. Kondisi seperti itu tentunya mengingatkan ane akan bahaya yang datang tidak tau kapan datang dan dimana akan terjadi.
Ane berhenti sekitar 10 meter dari mobil. Turun dari motor dan mengambil beberapa gambar. Ya, sekalian buat dokumentasi.
Ada bekas gesekan ban dengan jalan yang ane temukan, sepertinya ragi ban mobil yang sudah tipis tidak bisa menahan banyaknya kerikil2 kecil sehingga mobil tetap melaju walau sudah direm oleh pengemudinya. I think so...
Ane melanjutkan kembali perjalanan, dimana pemandangan dari tingginya jalan sesekali mengganggu penglihatkan, karena sayang juga jika pemandangan indah dilewati begitu aja.
Ketika memasuki jalur dalam hutan, jantung langsung berdetak kencang. Suara hewan sesekali membuat ane berfikir, apakah itu hewan buas atau tidak. Selain itu, hewan-hewan kecil kadang melintas melewati jalur yang ane lalui.
Waktu sudah menunjukkan pukul 7.30 pagi.
Ane sudah berasa naik gunung. Lagi-lagi mata disuguhi dengan pemadangan yang sangat indah. Pegunungan terlihat sejajar dengan mata. Layaknya film 5 cm, ane melihat ujung gunung serasa dekat dengan posisi ane berdiri. Bisa dijangkau, tapi ane musti masuk jurang dulu.
Perjalanan yang sudah memasuki jalur atas gunung ini sekaligus menyegarkan badan. Udaranya yang dingin membuat hati jadi lebih nyaman, tenang dan damai. Emang sih, ketika itu jalur memang tidak satupun kendaraan yang melintas. Ane bisa sekalian foto layaknya orang tidur, dan menggunakan berbagai macam gaya apapun itu.
Setelah melewati jalur puncak gunung, ane mulai melintasi jalur dengan turunan yang curam. Selaik turunan, belokan tajam dengan jalanan yang masih belum aspal mulus membuat ane harus lebih hati-hati lagi menggunkan rem, baik itu depan atau belakang. Rem belakang tentunya lebih banyak digunakan.
Belokan demi belokan di jalan menurun selesai dilewati, beberapa saat setelahnya ane memasuki jalur dengan model yang sama, namun bagian tepi kiri kanan jalan banyak terdapat tumbuhan hijau yang ane rasa itu lumut. Ya, lumut yang bisa saja dengan mudah membuat ane terpeleset. Disaat itu juga kecepatan benar-benar ane turunkan, yang awalnya rata 40-60km/jam sekarang menjadi 20-30km/jam atau malah lebih lambat lagi.
Istirahat melepas penat |
Jalur yang masih terasa mulus |
Pemandangan, dan ini pemandangan ujung sana adalah selatan Pulau, Yapen |
Beberapa kilometer kemudian, ane sampai pada dua cabang jalan. Satu mengarah ke depan lagi, dan satu lagi mengarah ke kanan. Dua jalur yang sangat berbeda, jalur yang lurus masih berbentuk aspal kasar sedangkan arah kanan sudah aspal mulus. Ane berharap insting masih bekerja dengam tepat. Dengan mengucap, "Bismillah" ane langsung belok kanan.
"Oke guys, ane berharap jalan yang ane pilih ini benar. Dan, mengantarkan pada target utama perjalanan minggu ini," ucapan ane saat merekam kembali perjalanan tanpa GPS.
Jalan lurus panjang dengam aspal hitam mulus selesai dilewati, kemungkinan 5km saja dari belokan tadi. Ane melihat ke bagian kiri jalur, dan syukur alhamdulillah ane akhirnya sampai pada tujuan utama, yaitu Pantai Utara Kepulauan Yapen, Papua. Perjalanan lebih kurang 60 km ane lewati dengan banyak momen menarik mulai dari bawah sampai atas pegunungan. Lika liku perjalanan yang sesekali membuat ane nyaris tergelincir seakan mengajarkan agar terus berhati-hati memilih jalur yang dilewati. Layaknya kelok 44 di Sumatera barat, ternyata disana juga ada, tapi dengan jarak yang masih jauh antara belokan awal dengan lanjutannya.
Pantai Utara Yapen |
Selfie dikit boleh lah, ya |
Ya, kenekatan mengantarkan pada titik terbaik yang memberikan berbagai macam kejutan.
0 comments:
Post a Comment