Salam walking guys
Minggu pagi,
gue berjalan-jalan menuju kawasan Desa Sayang, Jatinangor. Lebih banyak
pengalaman baru walau perjalanan hanya melewati jalan di sekitaran daerah
pendidikan ini. Selalu ada guru yang memberi pelajaran baru, gue menyebutnya sebagai
‘aspal hitam di tepian jalan’.
Gue mulai
melangkahkan kaki sekitar jam 5.40 pagi, sesaat setelah solat subuh dikerjakan.
Berangkat dari sekre UKM barat kampus, gue mengawali perjalanan dengan melewati
jalan depan atm center kampus. Gue berharap, ada pelajaran baru yang bisa
diperoleh dari setiap langkah.
Suasana pagi
dengan udara yang sangat sejuk mengiringi jalan-jalan pagi. Warga yang belum
banyak keluar rumah memberi gue kesempatan merasakan bebasnya jalan alternatif
Jatinangor - Rancaekek. Beberapa momen menarik bisa dipetik saat jalan yang
baru diberi aspal ini sepi dari penduduk yang akan pergi ke Pasar Dadakan
Unpad.
Saat berjalan
menuju persimpangan brimob, gue melihat cafe yang biasa gue kunjungi masih
buka.
"Uda,
kemana tu?", teriakan pemilik cafe yang masih belum tutup sampai pagi ini.
"Haha,
walking-walking kamana-mana", ujar gue sambil jalan.
"Sip-sip
da", sang pemilik cafe lalu masuk kembali ke dapur.
Perjalanan
dilanjut, sampai depan tempat bermain futsal. Gue masih merasakan santainya perjalanan
dengan jalur yang menurun. 300 meter kemudian, gue sampai di kantor tempat gue
bekerja dulu. Membangun perusahan kecil bersama, sampai akhirnya gue keluar
karena memiliki prinsip yang jauh
berbeda dengan CEO perusahaan.
Selesai
melewati kantor, gue sampai di sebelah TPU Jatinangor. Gue melihat ke bagian
kuburan, ntah apa yang terjadi, gue merasakan hal aneh di dekat pembatas TPU.
Bunyi-bunyian aneh di rerumputan membuat imajinasi horor muncul. Langkah kaki
dipercepat dan "taaarr" bunyi ban truk meletus dari kejauhan.
"Astaga", ucap gue sambil mengehela nafas.
Suasana yang
masih sepi mengisyaratkan gue agar jalan lebih kencang dari biasanya, minimal
sampai di dekat komplek perumahan elit di Jatinangor. Sampai di jembatan perbatasan
antara Desa Cikeruh dan Sayang, gue berhenti dan menenangkan pikiran serta jiwa
yang tak karuan setelah berjalan dengan tempo yang cepat sekitar 200 meter
menuju jembatan.
Setelah jiwa
dan pernafasan kembali normal, gue melanjutkan perjalanan menuju daerah Desa Caringin.
Gue mengambil belokan kanan dari simpang empat yang ada dilewati. Kekiri menuju
Jatiroke, ke depan terus menuju rancaekek dan kekanan menuju ke tempat sarapan
pagi yang selalu menjadi tempat favorit.
Jalan mulai
ramai dengan mulai bertambahnya warga yang berjualan di tepian jalan. Lahan sawah yang tidak terlalu luas, setidaknya memberikan penglihatan baru bagi
gue di Caringin. Momen menarik diabadikan sesaat gue melihat nenek melintasi
jalan kecil yang berada di tengah-tengah pesawahan.
“pagi neeek”,
sapa gue pada nenek berbaju merah dengan rantang yang dibawa untuk suaminya.
Nenek berjalan dengan punggung yang sudah membungkuk. Walau nenek sudah susah
berjalan sambil membawa makanan, senyuman saat beliau membalas sapaan dari gue
serasa memberi gue sebuah kode untuk terus olahraga setiap hari.
Ada semangat baru
yang gue dapat dari si nenek. Gue mengambil fotonya beliau dari kejauhan
sebagai inspirasi pagi bagi gue. Pelajaran berharga penuh makna di kawasan yang
penuh kesejukan di pagi, jam 6.30 WIB.
Setelah
mengabadikan momen berharga tersebut, gue melewati jalan sedikit menanjak.
Peluh mulai menguasai tubuh dan gue memerlukan air untuk menyegarkan badan.
"Punten
a'", sapa gue untuk pejalan kaki yang sedang melintas.
"Mangga,
manga, mangga", ujar si aa yang sedang berjalan searah dengan gue.
Sampai di
penghujung jalan, gue mengambil arah kanan menuju tempat makan pagi, lontong
padang dengan asesoris sepeti bakwan, sala lauak, pastel, keripik dan pisang
goreng. Sebelum sampai di tempat makan, gue melihat puluhan ibu-ibu sedang yoga
bersama depan salah satu supermarket, Jatinangor.
Begitu banyak
orang yang ingin memperbaiki performa tubuh agar tetap prima menjalani
hari-hari. gue harus lebih bersemangat agar fisik dan jiwa lebih sehat bugar
setiap hari.
Let’s go to the new street
0 comments:
Post a Comment