Satu
kesempatan sekali lima tahun, cerita lama yang ingin selalu gue jadikan
motivasi, baik dalam berkarya ataupun managemen diri.
Pagelaran
Lustrum VI, acara yang dinanti banyak pasang mata, terutama bagi mahasiswa
minang yang berada di kawasan Bandung, Jawa Barat. Gue sebagai salah satu
senior di Unit Pecinta Budaya Minangkabau Universitas Padjadjaran mengambil
kesempatan untuk mengeksplor diri serta mengaplikasikan sebagian kemampuan dari
Lustrum V yang diikuti 5 tahun lalu ke Lustrum VI yang diadakan tanggal 12 Mei
2017.
Berawal
dari sekedar iseng melihat-lihat situasi latihan, akhirnya gue terjun langsung
membantu panitia serta penampil. Segala hal yang terekam dalam kamera video gue
coba tuliskan dalam blog ini, semoga bisa menjadi modal yang baik bagi yang
membacanya. “Palito nan Takalam”, maha karya dari insan mahasiswa yang nantinya
ditampilkan sebagai penutup rangkaian Lustrum VI UPBM UNPAD.
Gue mulai dari persiapan,
Tanggal
4 april 2017 menjadi awal uji coba pagelaran Lustrum VI. Banyak perbaikan serta
evaluasi disana sini. Belum ada yang bisa diharapkan dari semua divisi, namun
semangat serta motivasi terus diberi agar penampil memperoleh proses yang baik
selama latihan. Selain itu, perlu adanya dorongan penuh dari hati penampil itu
sendiri, seperti disiplin dalam waktu latihan serta saling menghargai terhadap
keputusan yang dibuat bersama.
Penampilan
terdiri dari 4 divisi, diantaranya tari, musik, randai, dan drama. Semua yang
ditampilkan sesuai dengan alur drama yang disajikan. Untuk hasil Pra Uji
Penampilan atau UP, tidak ada bedanya dengan sinkronisasi yang dilaksanakan
setiap hari sekre rabu, kamis dan jum’at. Banyak latihan yang harus dilakukan jika
ingin menuai hasil yang sempurna saat pagelaran nantinya. Penampil
masing-masing tim tidak ada yang full.
Salah satu tim sampai-sampai hanya 40% yang datang mengikuti UP.
“seperti
inikah yang akan kalian tampilkan,”ujar salah satu senior yang datang melihat
pra UP. Pelatih hanya bisa diam dan memaklumi perkataan dari seorang uni yang
pernah tampil di Lustrum V lalu. Saat evaluasi, kebanyakan penampil termasuk
panitia menunduk dan seolah-olah tidak tahu apa yang terjadi.
Hasil
dari pra UP akan menjadi evaluasi bersama yang nantinya akan diperbaiki untuk
UP 1 yang akan dilaksanakan 2 hari
kemudian. Terus dikejar dan tinggalkan rasa lelah dan buat semangat baru
dalam setiap pergerakan.
UP 1
Jalannya
persiapan cukup menyita perhatian alumni serta sesepuh UPBM, banyak waktu yang
dibuang karena kelalaian panitia maupun penampil. Ketidaktahuan masing-masing
panitia menjadi faktor penyebab tidak terkodinasinya penampil. Selain panitia,
penampil hanya diam saat logistik yang dibutuhkan tidak dibawa oleh panitia.
Saat baru ditanya oleh uda dan uni, semuanya kalang kabut mencari.
“alat
ini yang bawa si ini da. nggk, semuanya panitia yang bawa. Iya, alat nggk
dibawa penampil”, ujar panitia dan penampil saat beberapa uda uni bertanya
sebelum melihat UP 1.. Saling menyalahkan menjadi solusi akhir dari kesalahan
yang dilakukan oleh semua panitia ataupun penampil.
UP
1 yang sebenarnya dimulai dari pukul 19.30, ngaret selama beberapa menit. UP
akhirnya dimulai pukul 19.42 di waktu kamera video. Antusias dari penampil
sangat terlihat saat persiapan dilakukan oleh panitia serta pengurus. Rekaman
yang gue ambil seakan terasa seperti kejadian lima tahun yang dilakukan besama
rekan-rekan lustrum V. huft… jadi ingat masa lalu.
Pertunjukan dimulai.
Bunyian
talempong dari ritim pertanda Tari Galombang Pasambahan dimulai sebagai pembuka
seluruh rangkaian acara. Selama berlangsungnya penampilan, masih banyak
kesalahan yang terjadi, baik itu dari musik dan tari. Posisi berdiri yang
banyak salah serta banyak gerakan tambahan yang seharusnya tidak diperlihat
oleh penampil galombang. Namun, bagi gue semua bisa dimaklumi dengan persiapan
serta latihan yang masih belum maksimal.
Bunyi
talempong sebagai tanda masuk ketua umum, ketua UPBM dan pembimbing menjadi
awal pagelaran dimulai. Randai mulai memasuki panggung pagelaran, tepukan dan
hentakan membuat suasana pagelaran semakin menarik ditonton.
Legaran
demi legaran dilakukan dengan sempurna kecuali pada bagian akhir yang masih
harus diperbaiki. Pandangan mata yang tajam sebagai ciri khas randai tidak
terlihat selama UP 1 berlangsung. Namun, bagi gue, tim yang konsisten selama UP
berlangsung adalah randai itu sendiri. Terlihat dari beberapa latihan yang
mereka lakukan sampai jam 3 pagi. Hasil tidak akan ingkar terhadap usaha yang
dilakukan.
Selain
randai, beberapa penampil drama masuk ke dalam lingkar yang ditutup randai.
Lingkar kecil dibuka, kemudian menampilkan drama dengan empat orang tokoh yang
mulai mengeluakan kemampuan drama masing-masing. Sesekali instruksi diberikan
oleh pelatih masing-masing divisi. Kejadian seperti ini seharusnya tidak
terjadi pada UP 1, pada rangkaian kegiatan UP 1 sampai Gladi Kotor nanti,
seharusnya penampil dibiarkan saja oleh pelatih dalam mencerna isi konten dalam
acara.
Target
dari UP 1 hanya sebatas penampil paham dengan apa saja roundown yang telah disusun oleh sutradara. Tapi, target yang
seharusnya terlaksana malah berantakan dengan grasak grusuk penampil selama pagelaran. Posisi bediri dari tim
tari yang masih banyak perlu diperbaiki menjadi bukti kurangnya latihan selama
rangkaian lustrum berlangsung.
Panitia
terhadap penampil masih terlihat belum singkron. Bloking masing terlihat dimana-mana, masih terlihat seperti malam
sinkronisasi yang ditampilkan di tempat yang berbeda dari yang biasa. Musik sebagai
pengiring masih terdengar tidak menunjukkan sikap seorang penampil. Alat
komunikasi masih terlihat selama UP 1 berlangsung. Perlu adanya tindakan tegas
dari kordinator yang menangani musik secara keseluruhan.
Salah
satu yang menjadi perhatian dari uda dan uni yang melihat adalah Tari Piring.
Tari yang dikenal dengan kecepatan serta gayanya yang khas berubah menjadi tari
yang jelas dan seakan menggabungkan tiga tari menjadi satu.
Seorang
uda datang kepada gue yang sedang merekam,
“ri,
kok tarinya kayak gitu,” tanya uda yang menjadi penampil Lustrum IV.
“yang
mana da,”
“tari
piring dong, itu gerakan seperti mengambi gerak tari pamenan, piring klasik,
dan modern, siapa yang ngajarin,? uda tersebut semakin geram dengan tari yang
telah dia kreasikan lima tahun lalu. Dengan mudahnya pelatih piring mengambil
begitu saja beberapa bagian dari tari piring yang telah ada.
“iya
da, saya juga nggk tahu, kan saya nggk ngerti tari juga,” seorang uni datang
dan menyambung pembicaraan kami berdua, “iya, itu plagiat namanya itu,” uni
tersebut juga menjadi penampil Lustrum V dan mengetahui seluruh tari yang ada
di UPBM, apalagi uni yang bertubuh mungil memiliki kemampuan lebih dalam seni
budaya. Selain menari, beliau juga bisa randai dan musik. Hal yang wajar
menurut gue ketika uda dan uni tersebut tidak menyetujui adanya tari piring
yang dirubah dengan cara mengambil beberapa bagian dari tari piring yang sudah
ada.
Gue kemudian menyarakan kepada uda
tersebut agar langsung berbicara dalam forum evaluasi atau langsung kepada
pelatih tari piring. Hal tersebut gue lakukan agar gue aman sendiri dari
pertanyaan aneh yang akan ditanyakan lagi oleh uda uni yang akhirnya pergi ke
bagian tepi gedung UP 1, hehehe
Saat
evaluasi berlangsung, saran yang gue berikan kepada uda dan uni tersebut
ternyata benar-benar terlontar saat evaluasi. Berbagai jawaban serta alibi berputar-putar selama evaluasi
dari pelatih, “iya itu kan baru uji coba da, kami tidak akan menggukan gerakan
itu kok da, ini karena mau UP 1 saja kami menggukan gerakan tari seperti tadi,”
jawaban dari pelatih tari piring yang ditanya oleh uda penampil Lustrum IV.
Semua
akan terlihat baik pada waktunya,
Pada
akhir acara yang seharusnya berjalan lancar dan mulus, malah terhenti secara
mendadak dikarenakan waktu yang membatasi peminjaman tempat. Panitia yang juga
dikejar waktu harus konsisten dengan keputusan yang mereka buat sendiri.
Kesadaran
dari penampil masih perlu ditingkatkan dan dicermati. Persiapan dari panitia
harus lebih matang agar tidak terjadi kesalahan yang memperlambat dimulainya
persiapan.
Pembanyak
latihan untuk semua penampil. Belum bisa ditampilkan tapi masih bisa diusahakan
jika ingin sekali memperoleh hasil yang lebih. Kesimpulan yang gue tarik
sendiri selama berlangsungnya UP 1. Semoga lebih baik lagi dek.
Latihan Sinkronisasi
Tari
& musik, tgl 12 april
Pada
malam ini, dua divisi masih banyak kekurangan dalam latihan. Divisi tari mulai
menunjukkan perubahan yang besar dalam sektor apapun, sehingga kesalahan besar
yang dulu sering terjadi, kini makin lama semakin hilang. Sebaliknya, musik
yang seharusnya bisa menyeimbangkan permainan tari malah menunjukkan hasil yang
kurang maksimal. Tidak banyak perubahan sehingga banyak terjadi evaluasi yang
terkesan menekan divisi musik untuk lebih baik dalam latihan. Semua selesai
dengan pekerjaan rumah yang masih tertunda.
“Rasa
tidak senang pasti ada karena terlalu banyak di salahkan oleh tim lain, namun
hal tersebut yang akan memacu semangat serta motivasi tinggi bagi kita semua,”
ujar kordinator musik.
Drama
& Musik, tgl 13 april
Semuanya
berjalan dengan lancar. tapi pada kesempatan latihan yang seharusnya diberikan,
hampir semua penampil tidak memaksimalkan waktu yang yang ada. Latihan drama masih
kurang maksimal karena kurang fokusnya penampil saat mengucapkan isi naskah.
Musik
yang terlalu berleha-leha dengan tidak adanya disiplin saat latihan menyebabkan
segala lagu yang dimainkan tidak terdengar merdu. Padahal sebelum latihan
seharunya ada ‘rall’ pemanasan untuk musik, namun kesempatan seperti itu tidak
dimaksimalkan oleh masing-masing personil musik sehingga permainan menjadi
berantakan. Kebanyakan penampil musik duduk langsung ketika tidak memainkan
musik, hal tersebut menyebabkan banyaknya miss
komunikasi saat tim musik diminta memainkan beberapa musik pengirim.
Grasak
grusuk, “mana stik aku, mana stik aku,” kalimat yang sering terdengar dari tim
musik saat memulai permainan dari lagu satu ke lagu yang lain.
Saat
sesi evaluasi, forum menyayangkan kelakuan penampil yang tidak disiplin saat
berlatih. Menyalahkan keputusan dari jadwal yang diberikan panitia serta
pengurus yang hanya memberikan beban kepada panitia."Kita jangan menyalahkan sistem yang dibuat oleh panitia, kita
yang mengikuti sistem yang diberikan sesuai dengan kebutuhan dan timeline
pagelaran. Sadar diri untuk mengikuti latihan sesuai dengan waktu yang
ada", ucap salah satu penampil musik sekaligus penutup sesi evaluasi.
Malam
semakin larut dengan gue yang langsung pindah ke divisi randai
Selesai
evaluasi pukul 00.30 malam, empat orang anak randai latihan untuk silat. Pelatihnya
berasal dari anggota randai 2011. Latihan langsung dikordinir oleh kordinantor.
Sebagai kordinator, dia mengerjakan tugas dengan baik tanpa ada beban fikiran, itupun
menurut gue sih …
Sebagai
seorang pecinta korea, naluri korea selalu timbul walau sedang mengkordinir latihan
silat tengah malam. Walau sibuk memperhatikan penampil randai latihan silat,
tarian korea serta gerakan yang ditonton dari youtube selalu diiringi oleh kordinator. “ai takata, ai takata”, eh
maaf itu dari jepang.
Tgl
14 april
Latihan
yang diharapkan lancar hanya berjalan apa adanya atau biasa saja. Semangat kurang dengan fisik yang terlalu lemah
disibukkan dengan tugas kampus yang melimpah. Fasilitator tidak memanfaatkan
waktu sebaik mungkin, walau penampil meminta untuk latihan, fasilitator malah
tidak mendukung semangat penampil yang mulai serius terhadap latihan.
Satu
waktu, ada perubahan tari yang membuat pelatihti tim musik tidak senang.
“musik
tarinya ada yang dirubah da,” ujar kordinator.
“enak
banget, main ubah-ubah aja tu anak,”
“santai
da, itu belum pasti kok,” Hal tersebut memicu kemarahan pelatih yang sudah
lelah melatih malah hasil latihan tidak digunakan dengan maksimal. Perubahan
sangat banyak sehingga harus ada perombakan signifikan di bagian musik.
Datang
menuju pelatih tari, “kawan, nggk kayak gini caranya, jangan main ubah gitu aja
dong, kita udah latihan sebaik mungkin, kalian malah ngubah musik,” tegas
pelatih musik.
“ya
santai dulu pak,” sambil bercanda, pelatih tari menepih pundak pelatih musik.
“apaan
sih,!”
Gue
bak pahlawan kemalaman datang dan menasehat kepada mereka berdua, “hal yang wajar jika kreasi kita nggk jadi
dipakai boy, namanya juga latihan, saling memahami dong. Kamu juga tong, kan
kamu tahu gimana bermain musik toh, malah ngubah sesuai keinginan kamu sendiri,
beritahu dulu baru dicobain. Cobalah saling berkreasi dengan memaksimalkan
waktu yang ada, pastikan dulu baru lapor ke musik, nih tim kamu tong. Udah !,
sekarang bubar, lakukan sesuai dengan selera dan jangan lupa baca, bismillah,”
ceramah singkat dari seorang yang kerjaannya hanya merekam dan melihat tim
musik yang sedang latihan. Maklum … seniorrr
Drama
dan Randai juga mulai latihan mandiri dengan memaksimalkan waktu yang
diberikan. Kebanyakan tidak puas dengan fasilitas yang diberikan pengurus sehingga
banyak panitia yang salah tanggap dengan jobdesk
yang dilaksakan.
Alhasil,
masih banyak kekecewaan yang dialami oleh pelatih dikarenakan penampil tidak
maksimal dalam memanfaatkan waktu yang diberikan. Evaluasi sudah banyak diawali
oleh 2016 sebagai pemberi tanggapan serta saran. Masih kecewa …
UP 2
Jumat, 21 April menjadi malam disaat Uji penampilan kedua bagi
Lustrum VI dilaksanakan. Masih banyak isi-isi konten yang perlu diperhatikan,
mulai dari durasi, tempat penampil beristirahat, serta bagaimana alur cerita
yang akan ditampilkan bisa berjalan dengan lancar.
Uji penampilan dimulai jam 7 malam. Semua logistik penampil telah
dipersiapkan oleh panitia. Walau masih ada kesalahan yang seharusnya tidak
terjadi, seperti panitia yang panik ketika barang yang dipakai oleh penampil
tidak ada. Seharusnya hal tersebut bisa menjadi pemicu semangat untuk lebih
baik lagi dalam bekerja. Tapi, yang terjadi malah kemarahan yang berujung pada
perpecahan.
Salah satu kejadian, saat sound
system mulai dipasang, waktu terbuang sia-sia karena panitia yang memasang
pengeras suara tidak mengetahui detail pemasangan sound system. Faktor yang menjadi penyebab terjadinya kesalahan ada
pada amplitudo, kabel penghubung yang menyatukan aliran listrik pada keyboard dengan amplitudo rusak,
sehingga suara yang dihasilkan tidak terdengar sempurna, kadang hidup kadang
mati. Setelah memakai kabel yang baru diberikan salah satu penampil, akhirnya
amplitudo bekerja sesuai dengan yang diinginkan. Semua peralatan sound system beserta kabel yang
terpasang disusun kembali agar tidak terjadi kerugiaan, karena sound system
tersebut disewa dari UKM Drum Band kampus.
Lanjut …
Semua divisi menampilkan pertunjukan masing-masing dengan konsep
yang berbeda dari UP 1. Tari yang ditampilkan sedikit banyaknya telah dirubah
dengan gerakan serta posisi baru. Masih terdapat evaluasi pada gerak serta kuda-kuda yang menjadi tumpuan, namun
semua itu bisa diantisipasi dengan baik sesuai dengan konsep baru yang
diselesaikan oleh tim sendiri.
Pada divisi drama, terdapat banyak sekali kesalahan yang disebabkan
belum hafalnya dialog yang diberikan. Akibatnya, percakapan dari masing-masing
pemain hanya berisi dialog-dialog kosong dengan bahasa yang jauh berbeda dari
naskah yang diberikan. Begitu juga kostum yang menjadi petunjuk bagi penonton
untuk mengetahui karakter pemain tidak digunakan sebagaimana mestinya, tidak
ada perbedaan si A menampilkan karater seperti ini dengan si B yang menampilkan
seperti itu. Silat yang ditujukan untuk memperlihatkan pertarungan yang menarik
terkesan seperti Smackdown yang
ugal-ugalan.
Walau masih banyak yang perlu diperbaiki, drama masih tetap
bersemangat dalam memperbaiki penampilannya saat UP 2. Salah satu pemain yang
mengalami kaki terkilir tetap menjalankan tugasnya walau untuk berjalanpun
masih sulit. Rasa nyeri bukan menjadi penghalang baginya yang berperan sebagai
komandan. Setiap perubahan yang terjadi akan selalu menjadi pelajaran terbaik
bagi divisi drama yang terus memperbaiki diri.
Diwaktu yang beriringan, randai yang mengadakan legaran sebanyakan
5 – 6 kali tetap semangat saat awal legaran ditampilkan. Satu orang penampil randai
tidak ikut karena harus mengisi sebuah kegiatan di UKM lain yang diikutinya.
Meski begitu, randai tetap dianggap melanggar aturan dengan tidak menampilkan
semua penampil. Sebaiknya semua anggota tetap mengingatkan satu dengan yang
lainnya. Walau hilang satu, maka akan menyebabkan buruknya formasi penampilan,
saat satu pasang melakukan gerakan yang seirama, dia yang hanya sendiri
terlihat aneh saat melakukan gerakan tanpa ada pasangan.
Divisi musik yang menjadi pengiring masih belum sadar dengan
tindakan yang dilakukan. Banyak diantara penampil yang tidak mengindahkan
peraturan yang diberikan kordinator untuk tidak memain handphone.
“hp lagi, hp lagi,” teriak kordinator kepada pemain musik.
(braakkk) bunyi talempong jatuh saat seorang penampil berdiri dari
lantai dan mengenai tempat talempong. “eh, maaf un, hehe”, kordinator lalu
marah dan mengacuhkan penampil tersebut.
Saat malam tiba, kordinator masih tampak belum memaafkan kesalahan
maul, penampil musik yang memiliki skill
bagus di musik.
Maul datang tiba-tiba kepada kordinator,
“un, maafin maul ya,”
“maaf apa maul,” ujar kormus (kordinator musik)
“ya, udah jatohin alat musik,”
“ah bodo amat ah,” ujar kormus yang kemudian langsung pergi
meninggalkan maul yang mulai diam karena merasa bersalah.
Seluruh teman-teman musik melihat maul dengan tatapan jutek, Maul terus terdiam dan meminta
saran kepada gue yang sedang duduk santai bak di pantai sembari memainkan
gitar.
Gue langsung menasehati maul
dan memberi tekananan keras kepada maul yang sudah menjatuhkan alat musik yang
sensitif. Maul semakin berkecil hati dan hanya melihat teman-temannya latihan.
Maul tidak lagi menyentuh talempong dan hanya diam memainkan stik yang
dipegang.
Kormus datang, Maul langsung meminta maaf dengan segala
kesalahannya yang berakibat fatal menurutnya. Kormus hanya diam dan terus
membiarkan meminta maaf kepadanya.
Air matapun tak terbendung lagi, Maul mulai mengeluarkan air mata
yang akhirnya menyentuh hati kormus. Kormus mulai memberi kode kepada anggota
musik yang lain. (nyanyian terdengar dari jauh menuju Maul) “happy birthday to
you (3x), selamat ulang tahun Maul,” ucap kormus kepada Maul yang heran dan tidak
menyangka akan dikerjai oleh teman-temannya sendiri. Walau begitu, segala
konflik yang terjadi tadi sebenarnya tindakan yang tidak disengaja Maul
sehingga tim musik memperoleh bahan untuk mengerjai Maul yang berulang tahun.
Kejadian yang terjadi setelah UP 2 tersebut setidaknya menyegarkan
pikiran tim musik dalam canda dan tawa. Walau begitu, hasil evaluasi harus
tetap dicermati bersama oleh tim musik agar permainan semakin meningkat.
Semangat baru semakin membuahkan hasil dengan persentasi penampilan
sudah 60 %. Tidak banyak yang berubah, tapi harus tetap merevisi hasil
penampilan yang berantakan, agar pada uji penampilan berikutnya bisa berjalan
sesuai dengan yang direncakan.
Selesai menampilan hasil latihan, semua saling mengevaluasi. Gor
yang biasa dipakai hanya dibatasi sampai jam 12 malam saja, sementara masih
banyak uda uni yang ingin memberikan evaluasi terkait penampilan yang
disajikan. Alhasil, tempat evaluasi di pindah ke ruang bersama yang berada
sekitar 500 meter dari lokasi UP 2. Semua hasil evaluasi dicatat dan selesai
jam 2 malam.
Pada
UP 3 yang dijadwalkan tanggal 3 mei tepatnya hari rabu, semua berakhir tragis
dengan hujan yang mengguyur pentas pagelaran. Lokasi yang tidak sesuai untuk
diadakannya UP menjadi karma bagi panitia yang tidak siap melaksanakan
rangkaian kegiatan yang seharusnya diadakan jam 7 malam akhirnya di undur
sampai jam setengah 9 lebih 30 menit malam..
Entah
tuhan yang memberi peringatan atau memang langit yang marah karena melihat
semua anggota tidak memiliki disiplin dalam melaksanakan acara. Uda uni sangat
menyayangkan terjadinya cuaca buruk tersebut, terlebih ketika melihat alat
musik yang dibiarkan basah oleh rintik hujan. Alat musik yang dibasahi hujan
tampak tidak mempengaruhi gerak cepat dari panitia. Kebanyakan hanya melongo,
sampai pada akhirnya seorang alumni datang dan meneriaki panitia,
“woi
panitia mana nih, alat musik basah tau nggk”? teriak keras dari senior musik
yang sedang mengambil beberapa terpal untuk menjadi payung bagi anak musik
terutama alat-alatnya.
“kayu
ini bisa dipakai da,” ujar sekretaris umum yang sedang mengambil bambu.
“oh
oke, tapi ini kepanjangan,” cakap senior musik yang semakin terlihat menahan
amarah.
(kraaakkk)
bunyi kayu yang dipatahkan senior. Semua melihat ke arahnya yang semakin
bringas tanpa melihat area sekitar.
“santai
da, santai,”
“apaan
sih, santai-santai, tau nggk tu alat musik basah,
“iya
da, kita tahu,”
“trus,
diliatin aja ?, eh, lustrum bukan akhir UPBM ya, kalian musti tau itu, saya
ngebantu bukan karena acara atau kalian, ini karena alat musik saya bela-belain
seperti ini, seharusnya saya disana, bareng uda uni alumni,”
Sekum
seakan sadar dengan apa yang terjadi, dia hanya tersenyum menahan amarah senior
tersebut. Walau begitu, sekum yang terlihat tenang ini tidak bisa disalahkan
juga. Kesadaran dan gercep panitia
perlu diperhatikan dan lebih ditingkatkan lagi.
Salah
seorang panitia yang ikut membantu mengalami luka yang cukup parah saat menahan
bambu yang nyaris jatuh ke salah satu penampil. Reflek, panitia yang menahan
kayupun tergelincir, celana robek pada bagian selangka dan “aaaakkhh”, teriak
panitia yang kemudian langsung kabur. Tujuan hanya satu, kembali ke kosan
mengganti celana dengan yang baru kemudian kembali lagi ke lokasi UP 3.
Lanjut
kerja …
Empat
kayu berhasil dipatahkan dan panitia mengangkat kayu yang sudah berbentuk payung
besar untuk dibawa menuju penampil yang masih sibuk memainkan alat musik karena
tari pasambahan masih berlangsung.
Hujan
semakin deras, UP 3 akhirnya dibatalkan dam dilanjutkan dengan evaluasi.
Seperti yang telah diperkirakan, akan ada emosi yang terluap dari uda uni yang
menyaksikan dan memperhatikan pergerakan panitia dan penampil.
Salah
seorang uda ternyata menyangkan adanya bambu yang dimiliki oleh anak sastra
dipatahkan begitu saja untuk membuat payung besar tersebut. Senior musik yang
saat itu tidak mengatahui sama sekali orang yang memiliki bambu tersebut hanya
bisa dan tetap memberi klarifikasi kepada panitia yang berada di tempat duduk
yang sama.
“saya
tidak akan mematahkan bambu tersebut kalau hujan tidak membasahi alat-alat yang
sensitif terhadap air,” ujar senior yang menundukkan kepala saat berbicara
dengan panitia advance.
UP
dilanjutkan dengan tempat dan waktu yang belum diketahui…
UP 3
Jam
1 siang tanggal 7 Mei di Aula Gedung Satra menjadi waktu dan tempat
diselenggarakannya UP 3. Musik, salah satu tim yang masih banyak kekurangan
sudah datang dari jam 9 pagi menuju aula. Sementara itu, tim randai latihan di
depan air terjun Fakultas MIPA, tari di lantai 4 gedung perpustakan Fakultas
Geologi dan drama di unit kegiatan teater Fakultas Satra.
Siang
mulai menjelang, waktu sudah menunjukkan jam 12 lebih. Logistik pagelaran mulai
dimasukkan, serta para penampil maupun uda uni yang menyaksikan mulai memenuhi
Aula Gedung Sastra. Agar tidak terjadi kesalahan yang menyebabkan jadwal UP
diundur, panitia bergerak cepat, tepat jam 1 siang lewat, UP 3 dimulai. Niceeee
…
Menurut
gue, semua divisi menunjukkan peningkatan yang bisa dikatakan hampir sempurna.
Penonton mulai merasa terhibur dengan penampilan yang disajikan. Salah satu
yang membuat tawa penonton tidak berhenti adalah penampil drama yang berasal
dari seorang pemain randai berkulit eksotis. Dialog serta gerak tubuh dilakukan
tanpa ada kesalahan sedikitpun.
Kalimat,“ma
kunci den,” menjadi viral saat ucapan tersebut terlontar dari mulut penampil
yang juga menjadi icon di angkatannya.
Tepuk
tangan penonton tak hentinya berbunyi sedari mulainya tari galombang
pasambahan.
Selain
dari drama yang mulai menunjukkan peningkatan yang signifikan, tari
semakin menarik perhatian panonton
dengan gerak serta formasi yang berubah, terutama salah satu tari yang terlihat
sangat kompak dengan hentakan kaki yang keras dan serentak. Sementara itu, randai
masih menyimpan rahasia dibalik daun yang dipegang pada tangan kanan kiri serta
musik yang belum memperlihatkan bagian penutup musik ensambelnya.
Semua
rahasia disimpan oleh masing-masing divisi tersebut menjadi hak mereka, walau
menurut gue tidak baik dilakukan karena tidak memperlihatkan propesionalisme
saat latihan, tapi gue sendiri juga melakukan hal yang sama saat UP 3 Lustrum
V. Saat penonton menunggu ensambel yang akan didengarkan, tim musik hanya
memainkan kurang dari setengah permainan musik ensambel dan menutup permaianan
dengan teriakan,”selesaaaaiii”. (bunyi rall) ….
Tim
tetaplah tim, mereka tetaplah mereka dan gue hanya seorang yang hanya
memberikan pengarahan sesuai dengan tingkat kemampuan yang dimiliki. Pada
akhirnya, semua berjalan lancar pada UP 3. Kesalahan dan ketidakberuntungan
saat UP 3 yang diundur saat 3 mei lalu dibayar setimpal dengan raihan
peningkatan yang semakin membaik.
Gladi Kotor di Pusat Studi Bahasa
Jepang
Gladi
kotor akan dilaksanakan dua hari menjelang penampilan Lustrum VI. Sekitar jam 7
malam di Pusat Studi Bahasa Jepang Fakultas Satra. Suasana gladi kotor dibuat
sedemikian rupa sesuai dengan pagelaran yang akan ditampilkan.
Sesuai
dengan jam yang ditetapkan oleh panitia, gladi kotor dilaksanakan jam 7 malam,
masih ngaret sedikit dari waktu yang
ditetapkan. Penampil menggunakan pakaian yang akan ditampilkan saat pagelaran
nantinya. Gue yang menyaksikan gladi kotor semakin bersemangat menunggu waktu
dilaksanakannya pagelaran yang kurang dari 50 jam lagi.
Berlari
kesana kemari, “mana kunci, mana kursi, kabelnya yang mana wei,” suara yang
terdengar dari back stage aula PSBJ.
“tenang
panitia, tenaaang,” teriak seorang uda dari bangku penonton.
Semunya
terlihat berseliweran
Lagi,
persiapan masih berantakan. Walau PSBJ memiliki soundsystem sendiri, namun keadaan seperti itu tidak dimanfaatkan
oleh panitia untuk mempersiapkan gladi kotor sebaikmungkin. Selain itu, bangku untuk
penonton belum tertata rapi, sampai-sampai uda uni dan rekan-rekan panitia
maupun penampil mengambil sendiri bangku yang akan diduduki.
Penampilan
saat gladi kotor akan menjadi gambaran jelas pagelaran yang akan dilaksanakan
di Granus, tempat berlangsungnya Lustrum VI nanti. Penjaga pintu, penunggu
tamu, termasuk tamu penting yang hadir juga didatangkan, walau tamu penting
tersebut diganti dengan beberapa panitia saja.
Gladi
kotor dimulai, waktu yang sudah menunjukkan jam 7 lebih 30 menit malam. Kostum
asli mulai digunakan oleh beberapa penampil.
Singkat
cerita, hasil dari Gladi kotor cukup mengembirakan walau masih ada beberapa
kesalahan pada penampil dan mobilisasi panitia yang masih terlihat jelas saat
acara berlangsung.
Jam
11 malam lebih gladi kotor selesai, ditutup dengan evaluasi yang diadakan di
sekre bersama. Rasa lelah penampil saat gladi kotor belum bisa diapreasiasi
karena masih banyaknya kesalahan kecil namun berakibat fatal pada penampilan.
Salah satunya terjadi pada tim tari, salah satu penampil melakukan gerakan yang berbeda teman-temannya
yang lain.
Contoh
lain, tim musik juga melakukan kesalahan yang sangat fatal. Ensambel yang akan
dimainkan tiba-tiba terdengar buruk oleh suara salah satu pendendang. Hal tersebut
terjadi karena mixer yang dipakai
saat itu tidak berfungsi dengan baik.
Saat
evaluasi, suara pendendang tersebut dianggap gangguang oleh uni yang mendengar
ensambel musik, “sebaiknya suara itu dihilangkan saja, sangat mengganggu,”jelas
uni yang bertugas sebagai pelatih tari.
Sang
pendendang juga berkelih dari tanggapan uni tersebut, “itu terjadi bukan karena
saya uni, tapi mic yang tidak bekerja dengan baik,”
“kalau
salah ya tetap salah,”
“iya,
tapi bukan dari suara saya, susah banget dijelasinnya,”
Selesai
evaluasi, pendendang tersebut menangis karena tidak terima dengan evaluasi yang
tidak semesetinya terjadi. Banyak curhatan yang disampaikan kepada rekan satu
timnya, tangis dan sakit hati menjadi hal buruk yang didapat saat malam itu.
Kabar tersebut gue dapat dari agen gue sendiri, siapa dia ?, haha. Hanya gue
dan tuhan yang tahu …
Disaat
yang sama, pelatih musik tertua datang, “solusi dari permasalahan tersebut
adalah latihan”, ujar beliau. Latihanpun dilanjut pada esok hari sebelum hari
H. semua tim melakukan hal yang sama, latihan walau sudah diberikan istirahat
oleh panitia pada hari kamis itu.
Wajar
rasanya, jika penampil tidak puas dengan gladi kotor tadi malam, banyak yang
melakukan latihan ulang demi kelancaran penampilan. tetap semangat menuju hari
H.
Persiapan Menjelang Acara
Kamis
malam, semua logistik yang diperlukan dibawa dengan mobil pinjaman. Mobil yang
diperoleh dari Departemen Kesejahteraan Anggota atau biasa disebut Kesta. Sore
hari, beberapa tim dari panitia sudah mulai mempersiapkan alat-alat yang
diperlukan seperti alat yang dibutuhkan tim dekorasi, makeup sampai alat yang dibutuhkan oleh masing-masing tim yang akan
tampil pada acara esok harinya.
Sekitar
jam 7 malam gue berangkat bersama dengan partner
yang dulunya menjadi koodinator musik. Gue ingin melihat persiapan dari panitia
serta tim yang membantu terlaksananya acara.
(bruuummm)
suara motor dihidupkan,
“yuk
neng, berangkat,” motorpun digber
secara pelan-pelan sampai memasuki jalan bypass
Soekarno-Hatta, Bandung.
“udaaaaa,
santai dikiiitt weeiii,” teriak partner yang
dibonceng.
Motor
sudah mencapai kecepatan maksimal. Tak butuh waktu lama, gue sampai di Granus
15 menit setelah berangkat dari Jatinangor. Tim dekorasi terlihat sudah
memasang beberapa properti, mulai dari bagian luar serta dalam Granus.
Sampai
tengah malam, panggung beserta dekorasi yang lain belum selesai. Beberapa orang
panitia sudah mulai terlelap, namun
masih ada yang bersemangat mendekorasi panggung. Terbesit hati membantu panitia
dekorasi, mata yang mulai mengantukpun ditahan. Skill kreatif mulai ditunjukkan
saat waktu masih menyisakan kurang dari 15 jam menuju acara. Entah kenapa,
awalnya gue hanya melihat malah turun dan terlibat langsung dalam kepanitiaan
bersama tim dekorasi. Tapi, gue masih bersyukur, setidaknya masih berguna bagi
orang lain, cieee…, pesan moral.
Istilah
mahasiswa sekarang, mata sudah 5 watt, yang artinya mata sudah mengantuk berat
dan tidak bisa dibendung lagi. Badanpun mulai tertungkup di sebuah sofa yang
digunakan nantinya untuk tamu undangan. Sekitar satu jam tertidur, gue
dibangunkan oleh seorang panitia yang membawa cat, pesanan untuk dekorasi. Baru
teringat saat sebelum tidur gue meminta panitia membeli cat yang dibutuhkan
untuk memperindah dekorasi di beberapa properti panggung. Gue berifikir, cat akan
dibeli saat pagi jam 7, namun karena panitia terlalu bersemangat, cat tersebut
dibelikan saat jam 3 malam dan gue juga tidak tahu darimana mereka
mendapatkannya. Mungkin pintu toko bangunan seseorang telah digebrak sehingga
cat tersebut diperoleh bersamaan dengan hantu dan kawan-kawan dinas malam. ya
kaleee…
Badan
terasa bergoyang, “da, ini catnya,” saat seorang panitia memberikan cat merah
dan hitam kepada gue ketika tertidur pulas. “hah, oh iyaa,” walau terkejut,
namun tangan reflek menerima cat yang diberikan panitia dan gue langsung
berdiri, mulai mencat kembali.
Sekitar
setengah jam berlalu, “allahhu akbar Allaaaahhhu akbar,” bunyi suara azan dari
masjid kampus. Disaat yang sama, kegiatan cat mencat gue selesai dilakukan
disertai dengan perasaan riang dan mata yang fresh kembali.
(kruuuett)
bunyi perut yang minta diisi kembali. Gue teringat bubur enak di kawasan Dago
atas, walau mahal setidaknya bubur tersebut akan membuat perut terasa nyaman
dengan beberapa toping di kiri kanan mangkuk.
Seorang
panitia terbangun dan berdiri seperti zombie yang lapar, ternyata panitia
tersebut adalah Al, panitia sekaligus menjadi penampil pada pagelaran nanti.
“woi,
yuang, makan yuk,” al langsung membelalakan matanya,
“ha,
boleh da, mau makan dimana da,?
Gue
dan Al langsung pergi ke Dago, butuh waktu 15 menit menuju kesana karena saat
pagi hari, Bandung sangat ramai dan macet.
Kebiasaan
gue yang suka jalan-jalan timbul kembali. Selesai makan, Gue dan Al berkeliling
Dago sampai memasuki komplek mewah di bagian Dago Timur. Waktu menunjukkan
pukul 7 pagi lebih sedikit, kami kembali menuju Granus dengan perut yang sudah
tenang. Saat itu Al memperoleh kabar kalau penampil serta penampil sudah mulai
bergerak menuju Granus dengan menggunakan mobil yang disewa dari kampus.
“Tung
tang tung tang traaakkk…,” bunyi pukulan yang semakin terdengar jelas dari
parkiran motor yang berjarak 50 meter hingga sampai ke dalam Granus. Panggung
masih perlu ditata rapi dan properti yang dibutuhkan harus cepat dipasang.
Hampir
75 % penampil datang, Soundsystem
yang sudah terpasang kemudian langsung dicoba oleh para pemain, begitu juga
semua penari termasuk randai yang mencoba lantai panggung. Semua bekerja sama,
tak terkecuali gue yang memegang kamera video, rekaman yang ingin gue jadikan
dokumentasi pribadi dan bahan youtube,
tapi sampai sekarang video yang gue miliki hanya beberapa saja di youtube, karena gue berada di daerah
timur sini. Alibi ….
Sembari
menunggu properti panggung terpasang, gue juga melihat properti untuk foto box belum selesai. Latar foto yang
digunakan untuk penonton dibuat dengan metode lukisan, para pelukis gagah
berani yang didatangkan oleh tim Pubdok.
Waktu
jumat mulai masuk, segala kerjaan dihentikan dan bersiap sholat jumat. 30 menit
selesai sholat jumat, panitia dan penampil mempersiapkan kebutuhan panggung
yang belum selesai. Semua terlihat bersemangat, termasuk tim Black Man yang terdiri dari 6 orang pria
perkasa dengan seorang kordinator manis sebagai pengatur setiap properti yang
harus dibuat untuk acara nanti malam.
Jam
semakin mendekati waktu acara, hujan deras menyertai kesibukan panitia saat
mempersiapkan acara. “ayo ayo semangat,” ujar sutradara acara yang sudah
memaksimalkan waktu untuk pagelaran Lustrum VI. Bagi gue, kepanikan belum
terlihat dari panitia, seperti kordiantor humas yang masih memperlihatkan
loyalitasnya sebagai pelatih musik. Kordinator logistik yang masih
memperlihatkan senyum lebarnya saat dimintai beberapa barang untuk acara, dan
kordinator-kordinator lain yang tetap konsisten menahan rasa lelah demi
kesuksesan pagelaran.
Sekitar
jam 5 sore, semua properti panggung selesai dipasang dan acara siap
dilaksanakan sesuai dengan waktu yang telah ditetapkan. Gue, sebagai salah satu
senior yang terlibat dalam acara tidak menyangka akan turun langsung dan
memberikan segala kemampuan yang dimiliki termasuk kreatifitas gue juga diadu
disini. Misalnya, radio yang dibutuhan tim drama selesai hanya dalam waktu
setengah jam. Benda tersebut menjadi benda yang tercepat yang pernah gue buat
dari barang bekas. “The Power of
Kepepet,” istilah yang keluar saat segala tekanan diselesai dengan tenang
dan rapih.
1 jam 30 menit, waktu tersisa untuk
mempersiapkan semua. Agar tidak menimbulkan bau menyengat saat menonton
pagelaran, gue membersihkan diri di toilet masjid kampus. “dimana ada air
disitu uda akan mandi,” jelas gue kepada salah seorang penampil yang melihat
gue membawa handuk keluar ruang make up
panitia.
Badan segar dan sholat selesai. Gue
merekam kembali beberapa momen saat penampil berdandan ria di ruang make up. Semangat untuk memberikan
penampilan terbaik diperlihatkan oleh penampil, tidak ada keraguan ataupun
perasaan yang mengganggu jalannya acara. Semua tampak ceria dan mencurahkan
segala tenaga dan upaya demi pagelaran yang tinggal menghitung menit lagi.
Selesai
merekam, gue menuju tribun belakang dengan suasana gelap gulita. Terdiam hati
saat melihat panggung dengan kreatifitas mahasiswa yang terbilang megah bagi
gue, karena panggung tercipta berdasarkan konsep yang dibuat sendiri dari
panitia. Gue melihat perbandingan besar yang terdapat pada saat gue terlibat di
Lustrum V dengan Lustrum VI. perbandingan yang mengajari gue bahwa, “Kita sebagai senior tidak bisa menyamakan
pemikiran yang dimiliki, walau menurut kita benar. Kita hanya bisa mengarahkan
dan memberitahu, mana yang lebih baik dilakukan dan mana yang tidak lebih baik
dilakukan. Berikan kebebasan terhadap mereka yang berkarya sesuai dengan nalar
mereka sendiri. Ikutilah cara mereka, maka kau (senior) akan memperoleh
perbedaan serta perbaikan dari apa (acara) yang akan kau selenggarakan”.
Seperti
yang gue bilang di atas, gue memperoleh dua cara untuk mengadakan sebuah acara
yang disebut pagelaran itu. Entah kapan gue akan memulainya, hanya gue dan
tuhan yang tahu. Terimakasih atas semuanya dari gue kepada seluruh tim Lustrum
VI yang memberikan banyaka pelajaran, serta tim Lustrum V yang terus memberi
motivasi dan semangat tinggi untuk UPBM yang kita miliki.
Akhir
cerita … Salam LUSTRUM ! yo LUSTRUUUUM…
Ligthing
on ! … to be continued …
|
It's show time |