Lebaran kali ini, ane masih merayakannya di tempat yang sama, Kepulauan Yapen, Papua. Namun, lokasinya berbeda, dari yang sebelumnya Panduami, arah Yapen Barat. Nah, sekarang, ane nyoba pergi ke Menawai, arah yapen timur.
Pagi itu, Ane berangkat jam 6.45, telat 45 menit dari waktu yang telah ditetapkan buat berangkat bareng teman. Sebenarnya janjian jam 6 berangkat, itupun kalau bisa bangun pagi, tapi alarm nggk ngaruh ke telinga, sehingga ane sendiri baru melek jam 6.18.
Bangun dari tidur, tiba2 saja ane lihat langit masih gelap, serasa mau hujan, peluk guling lagi dah. Beberapa detik kemudian ane bangun lagi, kapan solat subuhnya kalau gitu. ya udah, ane langsung mandi trus solat subuh pagi-pagi. Realita yang sering dialami, apalagi tinggal bersama orang yang nggk solat sama sekali.
Oke...
Mandi, solat subuh beres, ngaji habis solat absen dulu, biar bisa cepat berangkat.
Ngeeenggggg....
Ane berangkat secepat mungkin agar tidak telat sampai di masjid Menawi. Saat melewati jalur yang berseberangan dengan lokasi sholat ied di Kota Serui, Ane lihat jamaah sudah mulai berdatangan ke lapangan alun2 Serui, yang mana lokasi tersebut bukan pilihan untuk melaksanakan sholat, melainkan 40km lagi menuju Menawi. Tujuannya simpel saja, pengen ngerasain bagaimana sholat ied ditempat-tempat yang jauh, apalagi disana islam masih menjadi minoritas.
Ane terus melaju....
Perjalanan ke Menawi cukup jauh, normalnya 1.30 menit, karna jalur yang dilewati turun naik, tanjakan terjal, dan tikungan tajam. Selain itu, banyaknya lubang serta genangan air membuat ane harus berfikir dua kali jika harus memacu kendaraan dalam kecepatan tinggi. Tapi disaat jalur lurus dan kering, ane dapat memanfaatkannya untuk menambah kecepatan.
45 menit lebih cepat dari waktu normal. Walau banyak lubang serta jalanan yang tidak bagus, Ane sampai ke masjid lebih cepat dari yang diperkirakan sebelumnya. Masjid masih sepi, hanya ada tiga minibus dan tujuh motor yang sudah parkir. Kemungkinan ini akan telat, seperti yang terjadi saat sholat jumat. Kenapa ane bilang, karena solat jumat di masjid Menawi bisa lebih lambat 30 menit dari Kota Serui, walau berada di waktu yang sama.
Ane masuk ke dalam masjid, kemudian melihat kesegala arah, banyak pandangan mata melihat yang melihat, Ane juga bingung, mungkin asing kali ya, karena ane juga bukan tinggal di Menawi kali. Tapi, kondisi tersebut nggk bakal bikin semangat luntur, malah bersyukur, karena Ane dapat langsung berinterasi dengan orang2 yang belum pernah dilihat sebelumnya. Selain itu, silaturahmi juga lebih seru, dengan adanya salaman bergilir yang menjadi tradisi setelah ceramah selesai. Tradisi salam-salaman yang dilakukan dalam Masjid.
Ane melihat uda boy yang sedang zikir sembari memegang jempol kaki, lagi kesemutan tu
"Da," salam dulu.
"Oh ya,"ujar da boy....
"Blm mulai kah ?" perlahan mulai duduk disebelah da boy.
"Blm, masih menunggu yang lain, "
"Nunggu siapa da ?"
"Org2 kampung msih banyak yang mau datang lagi," sembari da boy menunjuk kearah mobil pick up yang tengah parkir.
Hmmm...
Pantesan belum, ternyata mulainya sholat ied jika jamaah dari kampung sekitaran Menawi sudah datang semua. Keren juga, menurut ane, saling menghargai dan mau menunggu jamaah adalah cara yang baik untuk merayakan idul fitri bersama.
Bruuummm. Bunyi pick up lagi, rombongan jamaah yang baru datang, berlokasi 30km dari Menawi, mobil pick up yang sudah disain dengan atap yang berdiri tegak, menghindari panas matahari. Ane segera bersiap sholat, ternyata masih belum, masih ada jamaah yang akan datang, ujar pengurus masjid yang sedang membacakan pengumanan dekat mimbar.
Jam 7.50 , solatpun dimulai.
Lebih lama mulainya dari solat id dikota. Ane pun balik dari Masjid menawi jam 8.30
Tolesansi tidak hanya dimiliki oleh masyarakat yang berbeda agama, toleransi dan mau menunggu jamaah dari kampung yang berlokasi jauh juga sudah menjadi kebiasaan bagi masyarakat sekitar.
Ramadahan kali ini makin bermakna.
Nb : di Panduawi kamanap, arah yapen barat masih ada lo, tahun lalu. Tunggu aja e
0 comments:
Post a Comment