Guru tanpa tanda jasa, tanpa ada paksa dan terus berbagi suka cita dengan murid yang akan menjadi kebanggaan bangsa.
Cerita dari seorang langganan toko yang berprofesi sebagai guru sekolah dasar di perkampungan, orang sekitar pasar menyebutnya daerah pantura (Pantai Utara) kepulauan Yapen, Papua. Salut buat Mace, nggk sempat nanya nama sama nomor telepon. Selain guru, beliau juga menjadi distributor, dan orang kepercayaan dikampungnya untuk berbelanja ke kota. Beberapa persoalan warga diselesaikan olehnya dengan lancar. Perjalanan dari kampung yang sangat jauh sudah biasa dijalani hampir setiap minggunya.
Siang itu,
Mace datang bersama warga kampung lain ke toko tempat ane bekerja. Beliau membawa selembar kertas berisikan daftar barang-barang yang akan dibeli. Termasuk persediaan makanan instan seperti mie ataupun bumbu-bumbu makanan instan lainnya. Hal tersebut tampak jelas ketika melihat beliau merapikan kertas dan mencentang barang yang sudah dibeli dengan bulpen toko yang sebelumnya udah dipinjam.
"Anak, boleh dudukkah?" sembari mengipas-ngipas kertas ke wajahnya. Maklum saja, suhu di pasar saat itu sedang panas.
"Oh, iya, silakan mace," ujar ane yang saat tengah melayani pelanggan yang akan meminta lagu, dan game android.
"Berapa semua," kata pelanggan, sebut saja namanya Yosep.
"20 abang," jawab ane.
"Belanja disini senang e, bisa dapat lagu tambahan, video, gamenya banyak lagi," suara mace yang terdengar kecil.
Yosep pergi setelah bersalaman dengan ane. Mungkin karena ngasih lagu dan game lebih banyak atau karena ada faktor lain, ane juga nggk tau. Biasanya, kalau seorang pelanggan puas dengan servis yang diberikan, baik itu dari harga, bonus, sampai sabar saat melayani, mereka pasti menyalami. Biasa gituuu...
Untuk mengisi waktu kosong karena belum ada pelanggan lagi, ane menonton film melalui laptop, bukan film melainkan video balap-balap motogp.
Serasa ada yang memperhatikan, ane melihat ke segala arah, ternyata mace sedang memperhatikan video yang ane tonton.
"Bagus ya filmnya," ucap mace menyandarkan dagu ke atas kaca etalase.
"Ah, cuman balapan saja mace," sanggah ane.
"Beli berapa laptopnya tu ?" menjentik-jentikkan ujung jadi ke kaca etalase.
"Enam juta mace, tapi udah lama," jelas ane.
"Masih ada jual laptop seperti itu,"
Ane kemudian meletakkan laptop yang masih menyala ke atas kursi, mengarahkan pandangan mace langsung ke laptop-laptop yang dijual di etalase yang berada dibelakang ane.
"Waw, banyak juga e," ucap mace.
Tiba-tiba saja mace masuk ke dalam konter. Ukuran konter sebesar 3 x 4 meter, yang di kelilingi etalase hp. Etalase depan, ada hp, sebelah kanan speaker bluetooth, kiri jam tangan, dan belakang etalase ada kamera yang berukuran kecil, sedikit memberikan ruang untuk masuk ke konter bagi yang ingin masuk.
Mace duduk langsung dikursi rekan ane yang kebetulan sedang istirahat saat itu. Beliau menonton dengan seksama video balap-balap yang sedang berlangsung. Beberapa menit kemudian video selesai, mace kemudian bertanya bagaimana cara menonton di laptop.
Penjelasan selesai, ane juga sedikit memberikan pengarahan kepada mace perihal teknologi yang kian maju setiap saat. Wawasan ane yang secuil setidaknya mampu membuat mace terpukau, salah satunya ketika ane mengatakan bahwa beberapa komponen yang tersimpan pada laptop juga ada pada smartphone yang ane pegang. Dengan kapasitas yang terbilang kecil, namun setidaknya dapur pacu pada program, serta softwarenya dapat membuktikan betapa pesatnya teknologi komunikasi zaman now.
Mace sangat antusias mendengar apa saja yang ane sampaikan terkait smartphone dengan aplikasi youtube yang tengah menyala saat itu. Saat SP dipedang mace, beliau tidak sengaja menekan beberapa huruf yang mengarahkannya pada tontonan bertema lukisan alam yang dibuat dengan menggunakan cat semprot biasa. Layaknya komentator, kami berdiskusi bagaimana suasana alam nan cantik itu bisa dibuat begitu saja dengan menggunakan cat seadanya.
"Hmmm, kok bisa begitu ya ?" tanya mace yang semakin fokus menonton.
"Pintar juga yang buat itu gambar e," tambah mace
Mace menyimpulkan sendiri video yang telah ditonton, dengan bahasa yang sangat mudah dimengerti, layaknya seorang guru BK yang memberi pengarahan pada murid. Penasaran juga dengan profesi mace, seketika itu ane langsung nanya.
"Mace gurukah?"
Kepala mendongak ke atas, yang artinya,"iya,"
"Iya, saya ngajar di Pantura sana,"
Ane pikir nggk ada sekolah disana, kalau tempat sejauh itu ane yakin pasti ada anak-anak IM (Indonesia Mengajar). Program yang dicanangkan oleh kementrian pendidikan, tahun berapa ane juga nggk tau sih.
"Mace, disana ada anak-anak Indonesia Mengajarkah," penasaran.
"Ada to, setiap tahun ada yang datang, kemudian pergi lagi satu tahun kemudian," ketus mace.
"Ada ceweknyakah ," (MODUSSssss)
Mace langsung tertawa,"kenapa tanya cewek, nyari jodohkah," sindir mace...
Mangaaapp... aaaaa
"Ah, tra ada mace,"
"Kalau mau, datang aja ke pantura, nanti mama kenalkan e, dia tinggal di Palembang, tapi aslinya Padang," saran mace.
Wahhh, ane makin girang, pengen pergi kesana hari minggu, walau bulan puasa juga nggk masalah, yang penting ketemu.
Kata mace," Disana guru-gurunya banyak yang susah untuk memperoleh sinyal, jaringan susah, untung ada wifi sekolah, walau lambat, yang penting bisa "main wifi (istilah bagi pengguna wifi)".
Kalau difikir-fikir, wajar kalau mace bicara seperti itu, dampak dari buruknya jaringan diperkampungan juga dirasakan di kota.
Terlepas dari baik atau buruknya jaringan, ane berharap suatu hari nanti kesana. Ane pengen tau bagaimana kehidupan warga disana, jauh dari kota apalagi sinyal. Dan, semoga bisa ketemu dengan gadis Palembang, asli Padang yang diceritakan mace.
0 comments:
Post a Comment