Yang penting cerita,
Rabu, 17 April 2019 ...
Hari, dimana warga negara Indonesia mengikuti pemilihan umum, presiden dan wakil presiden, anggota DPR-RI, anggota DPRD Provinsi, anggota DPRD Kabupaten/Kota, anggota DPD. Termasuk ane, bukan untuk dipilih, tapi ikut memilih, alhamdulillah.
Saat ini, ane sedang berada di Serui, Kepulauan Yapen, Papua. Pulau tempat ane bekerja disalah satu toko elektronik serta lokasi ane mengikuti pemilu serentak 2019.
Awalnya ane cukup bingung bagaimana harus mencoblos, ke Serui sebagai pendatang yang masih berkartu tanda penduduk Padang membuat ane jadi ragu bisa atau nggk mengikuti pemilu.
Sebagai seorang yang sudah mengikuti pemilu di dua tempat yang berbeda dengan KTP yang sama. Ane udah paham, jika ingin mengikuti pemilu, tinggal datang saja ke TPS dengan membawa formulir A5 sesuai dengan arahan panitia KPU. Namun, yang terjadi disini sangat berbeda, nggk ribet ataupun nggk berbelit-belit. Ane cukup bawa KTP kemudian pilih TPS yang didinginkan. Terdengar gampang to, jelassss... this is real place....
Beberapa sahabat, baik yang baru atau yang tinggal bertahun-tahun di Serui juga mengikuti hal yang sama. Tapi, mereka yang sudah lama tinggal disini nggk mengikuti pengumunan yang telah dibuat panitia, semisal nama mereka ada di TPS 10, namun mereka lebih memilih di TPS yang lebih dekat dengan lokasi rumahnya. Aneh terdengar, tapi ini nyata adanya. Yang bikin ane takjub bukanlah kebebasan teman-teman ane memilih, tapi,
"Kok bisa, teman ane memilih di tempat yang tidak seharusnya ?"
Bagi warga asli atau yang sudah lama tinggal disini, pastinya mempunyai surat undangan memilih dari panitia.
Sedikit bocoran, ane juga undangan, namun bukan nama sendiri, melainkan nama orang yang diundang atau dapat surat tapi golput.
"Sampai disana su paham to,"
Namun, disini ane tidak akan menceritakan proses mendapatkan undangan secara detail, melainkan cerita sedikit mengenai suka duka pemilu di kota Serui.
--------------
Beruntungnya, pagi sampai selesai ashar toko tutup, jadilah ane berleha-lehan sampai TPS buka.
Ane berkesempatan memilih, tapi masih nunggu waktu yang tepat, karena pengen pergi bareng teman-teman.
Setelah selesai bersiap, kami berangkat ke TPS yang lebih dekat dengan rumah. Jam 10 pagi, orang-orang masih belum ramai datang ke TPS, malas gerak ?,ane juga nggk tau.
Ane kemudian pergi ke TPS 16 bermodalkan KTP, ternyata permintaan ane ditolak, karena yang didahulukan itu adalah orang-orang yang sudah mendapat surat undangan. Padahal ane lihat dalam ruang TPS, ada yang bermodalkan KTP. dari mana ane tau ?, karena ane sendiri lihat pendatang yang melambayaikan tangan sembari menunjukkam KTP nya sendiri.
Okelah kalau gitu,
Ane kemudian kembali ke tempat teman-teman ane yang lain, ternyata mereka juga belum bisa nyoblos. Alasanya satu aja, siapa yang datang lebih dulu, itulah yang berhak lebih cepat nyoblos, mau pakai KTP atau undangan, sama saja. Ane fikir, semua TPS memiliki peraturan sendiri, ya kali...
Azan pertanda waktu zuhur telah masuk, ane pergi ke masjid dan mencoblos setengah jam setelah sholat zuhur, karena panitia juga butuh istirahat.
Sholat selesai,
Waktu menunjukkan pukul 13.10 WIT, ane kembali ke TPS 16. Sampai disana, TPS malah dibentengi oleh beberapa orang panitia, lebih banyak dari sebelumnya.
"Siang om, masih bisa milihkah ?"
Kening om panitia sedikit berkerut, "nanti dulu, ko tidak lihat orang ramai didalamkah?" Om balik nanya.
Jawaban si om salah, bukan itu jawaban yang ane butuhkan.
"Lihat, om," menunjuk ke arah peserta yang manunggu giliran.
"Kitong disini su lama ale, belum makan juga, ko datang, tiba-tiba ingin masuk saja, nanti sudah, jam 2.30,"
Ya sallammm, keburu toko buka dong, soalnya ane sendiri akan buka toko jam 4, kalau jam 2.30 milih, buka toko bakal semakin lama.
"Om, ayolah," ane coba bujuk si om yang udah mengelus-elus perutnya.
"Nanti toko nggk buka, saya dapat marah lagi dari bos, belum lagi orang-orang tidak bisa belanja jadi, satu ini aja om e," pinta ane sembari menyodorkan surat undangan, ane terpaksa menggunakan surat undangan orang lain, karena kalau KTP ane rasa si om akan semakin tegas menolak permintaan ane.
Ane kemudian diizinkan masuk TPS, syukurlah...
Ane duduk paling belakang, serbari menunggu giliran, ane memperhatikan ke sekeliling ruang TPS, mana saksi dan mana yang pemilih tidak ada bedanya, sama ribut.
Dalam ruang TPS momen-momen menarik turut serta menambah suka duka mengikuti pemilu di negeri orang.
45 menit berlalu,
Orang lain yang datang setelah ane ternyata mudah saja masuk ruang TPS
Ane jadi bingung, untuk masuk ke dalam ruangan saja, ane musti pintar-pintar ngomong dan memberi alasan kepada panitia agar dikasih izin. Namun, lain halnya orang yang datang secara bersamaan, dengan mudahnya mereka langsung masuk ke ruangan, menunggu giliran memilih.
Saat seorang ibu berjilbab dalam menunggu paling belakang, tiba-tiba saja seorang panitia menyuruh beliau maju beberapa kursi.
"Haji, silakan dulu Haji," ujar panitia sembari menyantap kuenya.
Ibu haji berbaju biru dongker dengan heran mengikuti instruksi yang diberikan.
Salah seorang bapak kemudian langsung berdiri, sambil mengunyah pinang,
"Ah, tidak bagus seperti itu, bu haji harus antri juga to sama kito orang," penyataan yang dilontarkan kepada panitia. Yang lain pada nggangguuk doang, termasuk ane sih.
"Tidak apa-apa bapak, si ibu juga sendiri saja perempuan disini, nanti kena asap rokok, bahaya lagi," ketus om panitia.
Si om nggk nyadar kali ya, ane juga udah mulai terganggu karena asap rokok dari depan, belakang, samping kiri, dan kanan. Ane udah sesak duluan, tapi masih bisa ditahan.
Bapak-bapak yang lain juga ikut menyindir, namun si ibu mah cuek aja, duduk di depan, kemudian beberapa saat kemudian langsung memilih. Trus ane.... bisa diam saja, mau instastory lagi, hp udah mati. Jadilah ane cuman duduk, menunggu giliran, dan ane akan memilih pada giliran yang ke 25 nya.
Kemudian,
Dalam suasana menunggu, bapak bawel tadi ternyata sedikit geram, menunggu terlalu lama. Beliau menyalahkan TPS yang memberikan izin bagi pemilih yang bermodalkan KTP saja.
"Giliran masih lama lagi," beliau bicara sendiri dengan nada sedikit lebih rendah.
Teman sebelahnya menanggapi umpatan si bapak," masih banyak yang belum, tunggu saja,"
"Kitong nunggu sudah lama, belum juga dapat memilih," padahal beliau hanya menunggu 14 perserta lagi, sedangkan ane 25.
"Ini pendatang hanya pakai KTP saja, su bisa memilih, kitong pakai undangan disuruh menunggu juga, a*j**g,"
Sontak beberapa pendatang termasuk ane rada tersinggung mendengar ucapan beliau, tapi ya itulah yang terjadi disini. Sabar adalah solusi pasti. Dari pada mikiran perkataannya, mending nunggu aja dengan senang hati.
Perbedaan bukan berarti penyebab dari timbulnya suatu permasalahan. Kadang perbedaan tersebut yang lebih cepat menyelesaikan permasalahan.
Tepat kam 2.45 ane akhirnya memilih, mana yang nantinya terpilih, foto dialah yang nanti bakal dipajang di dalam ruang kelas SD, SMP, SMA, Kampus, dan lembaga-lembaga lainnya.
Nb,
Janjinya kotak surat datang jam 6 pagi. Tapi, jadinya datang jam 9 pagi.
0 comments:
Post a Comment