footer social

Pages

Sunday, June 16, 2019

Minggu ke enam, Bangun Plak ...!!!

Salam walking guys
Hati gue bertanya-tanya, kemana kaki akan melangkah setelah turun dari bus nanti. Sontak terbesit nama “Koplak” panggilan akrab teman gue yang bertempat tinggal di Sekeloa, sekitar 2 kilometer dari kampus Unpad Dipatiukur, Bandung. Perjalanan dimulai setelah gue membayar tarif bus sekitar 8.000 rupiah.

Saat turun dari bus, gue langsung dihampiri oleh angkot berwarna putih.

“teeetttt,” bunyi bus yang nyaris menabrak angkot yang tiba-tiba langsung berbelok kiri dan berhenti di tepi jalan depan kampus.

“pak, maju ke depan lagi pak,” kata supir bus.
Angkot tidak bergerak sedikitpun, “teeeettttt,” klakson bus semakin keras sehingga membuat gue menutup telinga. Gue jadi memperhatikan sifat dari supir angkot yang tidak mau berpindah, seolah-olah tidak mendengar klakson bus.

Sebagai warga Indonesia yang baik, alangkah mulianya jika saat mencari uang, kita tidak merugikan orang lain. Bus akan segera berangkat, namun karena ada angkot yang tidak bergerak maju, sehingga bus tidak bisa memutar balik menuju halte penumpang.

Beberapa langkah gue berjalan, gue melihat kondektur bus berjalan menuju angkot yang tengah santai menunggu penumpang.
“Makasi mang,” ucap kondektur bus.

Akhirnya, permasalahan selesai setelah pak kondektur bus datang, meminta baik-baik agar supir angkot mau beranjak dan mengarahkan kendaraan agar bus bisa lewat. Sementara itu, gue langsung melanjutkan perjalanan menuju ke jalur yang ramai kendaraan depan SPBU Dipatiukur, belok kanan menuju Jalan Sekeloa, jalan yang sedikit menanjak.

Langkah demi langkah dimulai.
Siang hari, terik matahari menemani perjalanan gue ketika menempuh jalan yang menanjak, kemudian langsung mengambil jalan pintas menuju jalur besar Jalan Tubagus Ismail Dalam. Badan mulai berkeringat, membasahi baju yang belum sempat dicuci. Walau begitu, kegelisahan belum menghampiri jalan-jalan siang yang semakin terasa panas.

Jalur seakan semakin sempit dengan macetnya jalan yang dilewati. Banyaknya mobil yang melewati jalan serta motor yang tidak mau memberi ruang menyebabkan macet sepanjang jalan sampai ke persimpangan menuju Jalan Tubagus Ismail Dalam.

Macet sudah terjadi sejak mobil sedan yang rendah tidak mau melewati polisi tidur dengan ketinggian sekitar 10 cm. Pejalan kaki serta warga yang memakai motor sudah membimbing jalannya mobil. Entah takut atau masih ragu melewati tanggul kecil, gadis yang membawa mobil tersebut tidak berani melewati tanggul yang sebenarnya bisa dilalui. Selain tidak berani melewati tanggul, dinding pagar yang berada di sebelah kiri mobil juga menjadi penyebab gadis tidak berani mengarahkan mobilnya ke depan. Tiba-tiba, seorang pemuda yang sedang membawa motor gede mengetuk kaca jendela mobil gadis tersebut. Gadis dalam mobil akhirnya mengikuti ajakan dari pemuda yang tersenyum sambil mengatur arah berjalannya mobil agar tidak tergores oleh dinding pagar.

Mobil sedan akhirnya berhasil melewati polisi tidur serta dinding yang hanya berjarak 5 cm dari bagian kiri mobil. Pemuda yang juga sedang pergi menggunakan motor gedenya terus melintas di depan mobil sedan. Bak seorang putri raja, gadis tersebut terlihat seperti dikawal oleh pemuda tersebut sampai di ujung penglihatan gue.

Semua kendaraan kembali melanjutkan perjalanannya, serta gue terus berjalan menuju persimpangan menuju Jalan Sekeloa Raya. Sejuknya udara yang berada di satu pohon membuat gue berhenti sejenak sebelum sampai di kosan Koplak. Sembari melepas lelah, gue mendengarkan lagu ala-ala pantai sehingga gue nyaris tertidur di bawah pohon tinggi tersebut.

Badan mulai segar kembali, Gue sesegera mungkin beranjak dari pohon karena cuaca mulai gelap, kemungkinan hujan akan membasahi gue beberapa menit lagi. Sampai di persimpangan kosan Koplak, Gue melihat banyaknya kendaraan warga di sekitar, namun tidak ada keramaian seperti yang dirasakan di kampung halaman. Komplek perumahan yang selalu ramai oleh ibu-ibu rumah tangga yang selesai berbelanja dan bercerita. Gue berfikir, mungkin kebanyakan ibu-ibu di wilayah ini adalah wanita karier, sehingga jarang bersosialisasi dengan teman-teman sekitar. Gue juga tidak bisa menebak, hanya bisa menduga dan tidak ingin berfikir buruk.

20 meter berlalu dari perumahan, Gue sampai di Kosan Koplak di Jalan Tubagus Ismail lV. Tanpa salam, layaknya rumah sendiri, duduk langsung dan browsing pakai laptopnya. Kebetulam si Komplak bangun hanya untuk membuka pintu kosan, karena yang datang adalah tamu dari kejauhan.

Walau hanya sebentar, perjalanan ini tetap memberi pelajaran berharga bagi gue untuk tidak berfikir buruk tentang apa saja yang terlihat. Alangkah baiknya inisiatif lebih cepat dilakukan daripada hanya melihat orang lain mengalami kejadian yang tidak bisa ditangani sendiri. Kita sebagai manusia merupakan makluk sosial yang saling membantu dan memberi apapun satu sama lainnya.

Related Posts:

  • Minggu Ketujuh, Nenek Kuat Sebagai Pemicu Salam walking guys Minggu pagi, gue berjalan-jalan menuju kawasan Desa Sayang, Jatinangor. Lebih banyak pengalaman baru walau perjalanan hanya melewati jalan di sekitaran daerah pendidikan ini. Selalu ada guru yang memberi… Read More
  • Jalan-jalan Minggu, SeruGue nggk tahu kenapa, hal yang paling membuat hati merasa senang dan nyaman adalah ketika perjalanan yang dilalui penuh dengan kejutan baru. Setiap langkah tidak pernah ada kordinasi antara kaki dan fikiran. Alhasil, tidak pe… Read More
  • Minggu ke enam, Bangun Plak ...!!!Salam walking guys Hati gue bertanya-tanya, kemana kaki akan melangkah setelah turun dari bus nanti. Sontak terbesit nama “Koplak” panggilan akrab teman gue yang bertempat tinggal di Sekeloa, sekitar 2 kilometer … Read More
  • Minggu Kedelapan, Kenapa Harus Berhenti Walau Sudah Hilang Salam walking guys, Lokasi baru dengan suasana berbeda dapat memberi pelajaran dalam sebuah wacana yang akan dikerjakan. Semakin panjang jalur yang ditempuh, maka akan semakin banyak pula cerita yang akan dituliskan. Minim… Read More
  • Minggu ke empat, Hanya DugaanSalam walking guys Kemaren, gue memperoleh pelajaran yang menarik untuk dijadikan bahan untuk mawas diri. Peristiwa tak terlupakan gue peroleh saat berjalanan-jalan dari gerbang Cileunyi menuju kampus di Jatinangor. Seorang … Read More

0 comments:

Post a Comment

Namanya juga, Bosssss