Siang guys,
Sebelumnya, Gue mengucapkan selamat hari raya idul fitri, mohon maaf lahir dan bathin. Semoga kita semua menjadi makhluk tuhan yang selalu diberkahi dan diberi karunia yang berlimpah di hari kemenangan. Kali ini, Gue mencoba sedikit bercerita mengenai lebaran ala kaum minoritas di Serui, Pulau Yapen, Papua.
Minggu, menjadi hari penting bagi umat Kristen untuk melaksanakan ibadahnya. Dan, sekarang merupakan hari penting juga bagi kaum muslim di Indonesia, karena Idul Fitri juga berada di hari yang sama dengan ibadahnya umat Kristen. Walau begitu, masing-masing pemeluk agama tetap kusyu melaksanakan ibadahnya.
Sholat diadakan di bandara lama, karena kota Serui kecil dan penduduk muslimnya juga hanya berjumlah ratusan. Maka, semua umat muslim menjalankan sholat ied di tempat yang sama. Dengan penjagaan yang ketat, gangguan dari luarpun tidak terjadi.
Selesai melaksakan solat ied, kaum muslim di Serui kembali ke rumah masing-masing dan menjalankan tradisi berkunjung ke tetangga. Tidak ada kemegahan, tidak ada kemewahan, yang ada hanya kesederhanaan dalam menikmati lebaran.
Nuansa bahagia tetap gue rasa, sanak famili yang tersebar di Serui berkunjung ke rumah paman. Sambutan hangat dengan jabatan tangan khas ala papua dilakukan. Lontong padang serta coto makassar menjadi hidangan pembuka untuk famili yang datang berkunjung. Cita rasanya yang pedas memberi kehangatan tersendiri di saat AC masih menyala pada angka 16 derajat.
Lontong vs Coto, dua jenis makanan yang menjadi favorit bagi keluarga disini. Pedas, nikmat dan … membuat gue yang baru pertama kali mencoba coto makassar ketagihan.
“tambuah ri,” ujar Da Roni.
Kata yang sering keluar di setiap rumah makan Padang.
Ya, apa mau dikata. Gue menambahkan lagi sepiring makanan enak sekaligus pedas ini. Alhasil, pedas tak terkira membuat air mata keluar. Semua tertawa melihat gue yang baru pertama kali mencoba pedasnya coto makassar asli buatan wakamna (warga kampung sana) yang datang jauh-jauh dari Makassar untuk memenuhi panggilan dari istri adeknya paman gue.
Perut kenyang,
Obrolan tentang kampung halaman kembali dibahas, masing-masing tamu memberi cerita yang berbeda. Seperti keadaan karyawan serta suka duka selama membuka usaha di Serui. Para istri seperti biasa, selalu bergosip ria walau puasa telah selesai. Tapi, itulah sebuah kebiasaan yang masih terulang dan tetap lestari sepanjang hari.
Obrolan ditutup, karena anak dari teman paman menangis. Disaat yang sama, teman-teman paman yang lainpun ikut kembali ke rumah untuk melanjutkan kunjungannya yang lain. sementar itu gue, hanya diam dan menahan pedas yang masih terasa, membuat bibir memerah.
Kunjungan yang sebentar setidaknya memberi gambaran kepada gue, bahwa minoritas tidak bisa mengurangi kedekatan sesama. Kadang, yang sedikit itu lebih kompak dan saling menghargai satu dengan yang lainnya.
Happy ied Mubarok
0 comments:
Post a Comment